Membaca kembali buku Wink and Grow Rich tulisan Roger Hamilton (sudah ada terjemahnya) menyegarkan kembali ingatan akan prinsip-prinsip investasi. Buku ini menarik karena ditulis dalam bentuk cerita, seperti halnya buku klasik Who Moved My Cheese.
Saya ingin investasi, tapi, saya nggak punya uang. Gimana ya?
Begitulah pertanyaan kebanyakan orang. Demikian pula pertanyaan Richard, anak kecil yang ayahnya sedang sakit, dalam cerita itu. Pertanyaan itu dibahas dengan bijak oleh tokoh si Tukang Ledeng (the Plumber), seorang pengusaha yang bekerja dalam bisnis mengurus pipa air.
“Kalau tidak punya uang untuk diinvestasikan, maka investasikanlah waktumu,” demikian pesan si Plumber. Ibarat tetes air, maka setiap hari kita diberi bekal 24 tetes air untuk diinvestasikan. Kebanyakan tetes tersebut dibelanjakan (spent) saja, dan luput untuk diinvestasikan (invest).
Kebanyakan orang menghabiskan 24 jam setiap harinya untuk hal-hal berikut : tidur, makan, mandi, kerja, santai, dan ngobrol-ngobrol. Semua hal itu adalah waktu yang dibelanjakan. Loh, bukankah kerja menghasilkan uang? Ya, kerja memang menghasilkan uang. Namun waktu yang digunakan bekerja pada hakekatnya adalah waktu yang ditukarkan dengan uang. Sifatnya berjangka pendek. Pekerjaan beres, Anda dibayar. Selesai.
Orang-orang yang sukses sekarang ini, dulunya juga tidak punya uang seperti kebanyakan orang lainnya. Bedanya, mereka menginvestasikan waktunya, selain tentu ada yang dibelanjakan. Dimana mereka menginvestasikan waktu? Ada dua tempat, satu adalah untuk menjalin jaringan rekanan (network), dan ke dua untuk meningkatkan kemampuan diri (myself).
Bagi seorang pengusaha pemilik bisnis, kegiatan sehari-hari ibarat menginvestasikan waktu. Ketika dia menemui rekanan atau klien, dia sedang membangun network. Ketika dia mencari solusi masalah klien, dia sedang berinvestasi pada kemampuan diri.
Sebaliknya bagi karyawan, ketika dia mengerjakan tugas pekerjaan, sebenarnya dia hanya menukarkan tenaganya untuk bayaran di akhir bulan. Jadi ini hanya pertukaran. Orang yang ditemui ketika dia bekerja dalam tugas bukanlah network dia (tapi network perusahaan), jadi hal ini tidak disebut investasi.
Loh, bukankah ketika seorang karyawan mencari solusi buat klien itu juga berarti investasi? Ya benar, bila hal tersebut meningkatkan kemampuan diri. Tapi bisa juga tidak, bila kegiatan tersebut hanya untuk digunakan dalam jangka pendek.
Kunci membedakan apakah kegiatan kita merupakan investasi atau sekedar membelanjakan waktu adalah hasil jangka panjang. Kalau kegiatan itu memberikan manfaat jangka panjang, maka itu adalah investasi waktu. Kalau hasilnya hanya jangka pendek (tugas selesai lalu dibayar) maka itu hanyalah pembelanjaan waktu, yaitu pertukaran waktu kita dengan uang.
Bekerja sekaligus berinvestasi
Di setiap pekerjaan ada kesempatan berinvestasi waktu, yaitu ketika secara sadar kita memilih untuk membangun network dan kemampuan diri. Misalnya Anda hobi ngobrol-ngobrol. Kalau hanya ngobrol dengan teman yang itu-itu saja, juga dengan topik sekitar gosip artis saja, maka jelas itu sekedar membelanjakan waktu. Tapi kalau Anda ngobrol dengan orang-orang baru, maka Anda sedang berinvestasi dengan network Anda. Atau mungkin ngobrol dengan teman lama Anda, tapi ngobrol tentang peluang usaha baru, kesempatan kerjasama, atau ngobrol tentang ilmu yang bermanfaat buat mengelola keuangan keluarga Anda misalnya, maka itu adalah investasi waktu.
Saya ingat kisah Peter Lynch, manajer investasi di Fidelity Investment. Dia bercerita bahwa sewaktu mahasiswa dia mencari penghasilan dengan menjadi caddy golf (tukang bantu membawa tongkat golf). Waktu itu di tahun enam puluhan, dan sebagai caddy golf dia bertemu dengan para jutawan yang hobinya main golf. Para jutawan itu sering bicara tentang investasi, maka Peter pun mendapat info-info gratis yang berharga. Suatu ketika dia mendengar bahwa saham Tiger Airlines sedang mengalami peningkatan nilai. Maka dengan uang sekedarnya Peter ikut-ikutan membeli saham Tiger Airlines. Ternyata benar, saham Tiger Airlines naik cukup tinggi sehingga Peter pun mendapat keuntungan besar. Selepas kuliah Peter kemudian masuk ke perusahaan pialang saham, dan terus berkarir sehingga menjadi pemimpin di Fidelity Investment. Peter bekerja sambil berinvestasi waktu. Dia berinvestasi mendekati dunia kaum investor sehingga mendapat peluang dari network (tak langsung) tersebut.
Saya ingat juga kisah seorang teman saya. Dia rajin silaturrahmi menjalin network dengan banyak orang. Suatu ketika dia menghubungkan dua pihak untuk transaksi pembelian alat senilai sekitar 125 ribu dolar. Dia hanya menghubungkan saja tanpa berharap banyak transaksi tersebut terjadi. Eh, ternyata transaksi tersebut benar terjadi. Tiba-tiba dia diberi fee senilai 8000 dolar (kira-kira 70 juta rupiah). Saya kira bagi kebanyakan orang nilai tersebut diraih dengan berbulan-bulan (atau bertahun-tahun) menabung. Sedangkan teman saya meraihnya dalam beberapa jam menjadi pialang. Membangun network adalah bentuk investasi waktu yang sangat baik.
Demikian pula kisah seorang satpam di sebuah perusahaan minyak nasional. Sambil tugas malam, ketika rehat dari berkeliling, dia membuat corat-coret desain ukiran kayu semacam bebek-bebek kayu. Beberapa tahun kemudian dia mengundurkan diri setelah punya gift shop di Kemang dan Plaza Indonesia. Dia telah menginvestasikan waktu untuk kemampuan diri, sementara banyak rekan satpam lainnya hanya membelanjakan waktu untuk pertukaran dengan uang.
Sebuah kisah nyata yang lain. Seorang pengusaha membuka warung ‘sate banteng’, yaitu sate yang memakai daging sapi. Beberapa lama kemudian pemilik warung tidak lagi terlalu berminat untuk mengembangkan warung tersebut. Seorang karyawannya di bagian pembakar sate berminat dengan resep yang digunakan. Maka karyawan tadi kemudian mendirikan warung ‘sate banteng’ dan serius menekuninya. Ternyata laris manis. Warungnya berkembang makin besar, bahkan bisa diwariskan ke anaknya. Karyawan ini berhasil menginvestasikan waktunya untuk belajar membuat sate banteng yang enak. Ilmunya digunakan untuk membuat produk yang bernilai jual. Manfaat ilmunya dirasakan dalam jangka panjang sampai anak cucu.
Mari kita pikirkan sejenak. Dalam sehari ini, berapa jam telah kita investasikan untuk membangun network kita? Berapa jam pula telah kita investasikan untuk diri kita (meningkatkan kemampuan diri yang bernilai jual)? Nihil? Tidak sejam pun? Pantaslah kalau hidup kita tak maju-maju.
Waktu yang Anda pakai bekerja adalah waktu yang Anda belanjakan. Waktu yang Anda pakai untuk membangun network dan meningkatkan nilai jual diri, itulah waktu yang Anda investasikan.
Bagaimana dengan waktu Anda untuk membaca blog? Investasi atau belanja nih?
No comments:
Post a Comment